Minggu, 10 Februari 2008

Perang di Timika Didamaikan4 Bulan, 12 Korban Tewas

09 Februari 2008

Perang di Timika Didamaikan

4 Bulan, 12 Korban Tewas


JAYAPURA-Setelah bertikai sekitar empat bulan dan memakan 12 korban jiwa, akhirnya masyarakat antara dua kampung, yaitu Kampung Banti dan Kampung Kimbeli yang lokasinya tidak terlalu jauh dari Tembagapura, Timika, mulai Jumat (8/2) kemarin bisa hidup damai lagi.
Sebab pertikaian atau perang yang berlangsung selama ini telah disepakati untuk dihentikan dan kedua belah pihak dari kampung itu sudah berkomitmen berdamai dan tidak akan bertikai lagi.
Komitmen ini lahir dengan adanya upacara perdamaian secara adat, yang berlangsung di atas jembatan Kalikabur atau jembatan yang menghubungkan kedua kampung itu. Perdamaian itu ditandai dengan membunuh (cara dipanah) seekor babi dari masing-masing kelompok, kemudian tukar menukar alat perang (panah dan busur) yang selanjutnya alat-alat perang itu dipatahkan dan dilanjutkan berjabat tangan antara para kepala suku yang menjadi perwakilan mereka.
Selain upacara adat, perdamaian yang berlangsung di tengah rintik-rintik hujan ini juga tertuang dalam sebuah pernyataan tertulis yang ditandatangani kedua kelompok itu, disaksikan langsung aparat dan pemerintah.
Dari Kampung Kimbeli yang turut menandatangani perjanjian itu antara lain: Pius Waker, Kamaniel Waker, Demianus Magai, Anis Magai, Martinus Magai, Tigiman Waker, Yulianus Magai dan Arianus Magai.
Sedangkan dari Kampung Banti, Anis Natkime, Marthen Omakeng, Donas Janempa, Simon Janempa, Joap Beanal, Philipus Bukaleng, Yanes Natkime, dan Yulianus Janempa.
Sedangkan dari unsur pemerintah dan aparat yang turut menjadi saksi dalam perjanjian damai itu antara lain: Penjabat Bupati Mimika, A. Allo Rafra,SH, wakil dari DPRD Mimika, Martinus Maturbongs, Kapolres Mimika AKBP Godhelp C. Mansnembra, Kepala Kejaksaan Negeri Mimika, I Made Parma,SH, Dandim 1710 Mimika, Letkol Inf. Tri Soeseno dan yang terakhir yang mewakili Pemprov Papua yaitu Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem, SE.
Di hadapan ribuan warga dari kedua kampung itu, Wakil Gubernur Papua, Alex Hesegem menyatakan, semua orang baik dari Jawa, Ambon dan lainnya serta warga Banti dan Kimbeli merupakan orang adat, dimana orang adat adalah orang yang beradab. “Sedangkan orang-orang yang suka perang, suka iri hati, suka judi, suka mabuk-mabukan, Narkoba, suka mendatangkan masalah diantara kampung adalah orang yang tidak biadab atau orang yang tidak tahu adat,” tandasnya.
Menurutnya, semua orang yang beradab harus saling hormat menghormati, saling kasih mengasihi dan seterusnya. “Tadi dalam pembunuhan babi, dari sebelah langsung mati, sedangkan babi yang dari sebelahnya jalan terus dan matinya lama. Ini menunjukkan tingkah laku kita, saya menilai, dari dua kampung ini ada yang seratus persen mau berdamai dan ada yang masih sakit hati. Ingat, saudara sudah perang dan 12 orang sudah mati, mereka semua bukan babi, karena itu saya tidak ingin melihat lagi ada pertikaian. Saya tidak mau dengar lagi ada orang yang mati karena perang,”tegasnya.
Wagub menegaskan, waktu perang suku di Kwamkilama sudah membuat pernyataan kalau terjadi perang lagi, maka para penanggungjawabnya harus masuk penjara. “Sekarang sudah terjadi perang lagi, sehingga pemimpin-pemimpin perang harus masuk penjara. Dua dari Kembeli sudah dipegang, dua dari Banti juga sama. Mereka berempat yang akan menjelaskan siapa yang akan masuk penjara,” tegasnya.
Wagub meminta kepada aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan agar menuntaskan masalah ini hingga ke akar-akarnya. “Kalau perang ini akibat terjadinya pembunuhan pertama, maka dia juga harus bertanggungjawab dan harus masuk penjara. Saya minta tuntas. Tidak boleh sepotong-sepotong, tidak boleh hanya di atas permukaan saja, supaya kedepan tidak ada lagi perang,”tandasnya.
Kepada warga Banti dan Kembeli, Wagub menghimbau, apabila terjadi pembunuhan, jangan ambil tindakan sendiri. “Laporkan segera kepada polisi maupun tentara. Jika tidak cepat ambil oleh aparat kepolisian, berarti polisi yang salah. Begitu dapat laporan, 24 jam harus sudah ditangani, supaya tidak melebar ke masyarakat yang tidak tahu apa-apa,”tuturnya.
Aparat kepolisian maupun TNI bertugas di lingkungan Freeport ini bukan untuk melindungi perusahaan besar ini, tetapi untuk melindungi masyarakat. “Karena itu saya sangat menyesal, ada kantor Danrem (pos koramil,red) di sini, sementara masyarakat baku bunuh dibiarkan. Ini yang tidak benar. Polisi dan TNI yang ada di sini harus mengamankan masyarakat, jangan hanya mengamankan Freeport saja,”tegas Wagub.
Untuk menghindari terjadinya perang lagi, Pemerintah Daerah akan merelokasi atau memindahkan warga ke tempat yang layak, agar bisa hidup dengan layak dan tidak lagi melakukan pendulangan di tempat terlarang ini.
“Dalam waktu dua atau tiga bulan kedepan, kita sudah menyiapkan lokasi. Karenanya yang disini tidak boleh lagi baku marah dan harus senyum penuh cinta kasih diterapkan dalam kehidupan di sini,”harapnya.
Termasuk apa yang harus dilakukan oleh Freeport, pihak Pemda Provinsi Papua juga sedang memikirkannya, supaya tidak semua orang datang ke Timika dan membuat kekacauan di Timika.
Sekedar diketahui, acara perdamaian ini juga dihadiri oleh Karo Ops Polda Papua, Kombes Pol. Drs. I Gede Made Sumeka, Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Provinsi Papua, W. Turnip,SH, Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Papua, Drs. W. Demianus Siep, Komandan Satgas Pengamanan Objek Vital Nasional PT. Freeport Indonesia, AKBP Djoko Prihadi,SH, dan pejabat lainnya, termasuk dari Majelis Rakyat Papua.
Sementara 4 kepala suku yang ditahan adalah, Pius Waker dan Kamaniel Waker dari Kampung Kimbeli, sedangkan dari Kampung Banti Joap Beanal dan Yanes Natkime. Setelah acara perdamaian adat, keempatnya langsung dibawa ke Polres Mimika (fud)(fud)

Tidak ada komentar: